Sastro dan bom demi bidadari (Ustadz Rakhmat Hidayat)


Sastro yang lugu terlihat sedang memijat-mijt kepalanya yang sudah mulai dihiasi dengan beberapa helai uban mengkilat. Dari usianya yang masih terbilang muda pastinya uban itu bukan sinyal pertambahan usia tapi bekas deraan nestapa dan hujaman belati hidup yang selalu 'tidak adil' terhadapnya.

Beberapa menit sebelumnya, Sastro menyaksikan sebuah tayangan berita di sebuah TV swasta (yang tidak ingin disebut namanya) yang mengupas masalah ritual bomb bunuh diri yang dilakukan oleh kalangan garis keras yang katanya pemeluk Islam itu.


Dengan logika pas-pasannya ia berusaha menelaah, menimbang dan menilai fenomena tersebut. Bak seorang komentator yang biasa mengumbar teori dan opini, Sastro mulai meraba-raba apa yang ada dibalik semua peristiwa itu.
Ia teringat tayangan berita di TV bahwa pelaku bom bunuh diri sempat merekam video detik-detik terakhirnya. Dalam video itu, dengan bangganya pelaku mengatakan : "Gedung dibelakang anda ini...adalah mahar saya untuk mendapatkan 70 bidadari....!".
Sejenak Sastro termenung. Kok ada ya...orang yang rela 'membinasakan diri' hanya untuk mendapatkan sekumpulan perempuan cantik yang disebut bidadari.
Tanpa sadar Sastro mulai berkhayal, kira-kira seperti apa paras rupawan bidadari yang karenanya manusia rela 'menceraiberaikan' tubuhnya dan tubuh manusia-manusia tak berdosa lainnya. Kira-kira kalau dubandingkan dengan aktris korea yang sekarang sedang digandrungi dan menjadi idola lebih cantikan mana..? 

Semakin berkhayal, semakin Sastro menjauh dari substansi yang jadi topik utama renungannya. Ia semakin asyik dengan khayalan pelayanan bidadari cantik yang akan stand by setiap saat. Ia lupa bahwa ia sedang merenungkan perbuatan manusia yang menghancurkan diri dan orang lain hanya untuk mendapatkan 'belaian' bidadari khayalan. 

Sampai kapan Sastro akan tenggelam dalam khayalannya...?

Mungkin sampai dentum bom membuyarkan bayangan akan bidadari dan menggantinya dengan ilustrasi berupa serpihan-serpihan tubuh korban bom bunuh diri dan puing-puing kedamaian Islam yang ikut hancur dan berserakan akibat perbuatan segelintir manusia bodoh yang rindu akan belaian perempuan surgawi khayalannya.

"Lho kok jadi bawa-bawa Islam...memangnya apa hubungan semua kekonyolan ini dengan agama?", untuk kesekian kalinya Sastro menggaruk-garuk kepalanya meski tidak gatal. Sepertinya ia sudah mulai ketularan gestur para pengamat masalah di TV yang lebih sering tidak ia pahami logikanya. Entah logika mereka yang memakai 'high heels' atau memang otak Sastro yang terlalu jongkok.

Dalam kebingungan yang memang sudah jadi malakahnya itu, otaknya 'ndeso' nya berseru: "SASTRO....KEMBALI KE LAP......TOP...! 
Sontak Sastro kembali mencari-cari lagi hubungan antara tindakan bunuh diri dan ajaran agama. "Apa mungkin karena pelaku bom bunuh diri itu selalu bertakbir, orangnya berjanggut, memakai sorban dan logat bicaranya keArab-araban?", pikirannya meraba-raba.
"Hush...apa hubungan antara bom bunuh diri, Islam dan Arab?, jangan ngawur kamu!", ada suara yang entah darimana datang menyergah.

Ternyata rabaan pikiran Sastro yang tidak terarah itu hanya menambah beban pikirannya saja. Kini otak Sastro sudah 'overheat' akibat laluan pikiran-pikiran yang tidak mematuhi rambu-rambu berpikir. Kepenatan membuatnya tertidur pulas hingga ia mendengar bisik lembut di telinganya: "Jangan kau berusaha raih tangan sang bidadari dengan tanduk iblismu...raihlah belaiannya dengan kasih sayangmu pada sesama dan keluargamu.

Bidadari akan datang tanpa kau undang...keilhlasanmu akan mengundangnya kepadamu membawa secangkir teh pagi hari dan camilan buah tangannya sendiri seraya berbisik : 

"Selamat pagi suamiku....sudah pantaskah aku jadi bidadarimu...?". 

Yup....surga telah kumiliki hari ini semoga hingga besok dan akhir hayat nanti.

No comments

Powered by Blogger.