DS046-PASCA GAGALNYA TAUBAT (BAG.2-SELESAI)

Kesadaran akan kekurangannya, pada gilirannya, akan melahirkan kesadaran bahwa ia harus memperpendek jarak dengan Allah, mengingat selama ini ia tidak merasakan keagungan-Nya dikarenakan ia menciptakan jarak dari-Nya. Pada saat yang sama, ia meyakini bahwa kekurangan menjadikannya merasa tidak mampu mencapai kedekatan itu dengan usahanya sendiri.
Ia harus mencari cara agar mencapai kedekatan itu dengan segala kekurangannya dan kesempurnaan Tuhan. Saat itu, mencari perantara dan penghubung menuju kepada-Nya adalah sebuah keniscayaan. Ia harus selektif dalam mencari penghubung yang benar-benar mengantarkannya pada tujuan itu. Wasilah (penghubung) itu haruslah pihak yang dipilih oleh Allah berkat fadhilah (keutamaan) hingga ia mencapai kedudukan termulianya di sisi Allah hingga mendapat mandat untuk menjadi penghubung antara langit dan bumi. Perantara dan penghubung itu benar-benar menjadi perwakilan Allah untuk menyampaikan titah-Nya sehingga ia terjaga dari segala kesalahan dan kekeliruan demi terjaganya syariat-Nya. Dengan kata lain, ketaatan kepadanya adalah mutlak ketaatan kepada Allah. Sebagaimana telah difirmankan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Kemutlakan ketaatan kepada sang penghubung semakin terjamin kemutlakannya tatkala Allah menjadikannya wakil tidak hanya secara tasyri’i tapi juga secara takwini, sebagaimana difirmankan:
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ  إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ 

Dan tiadalah ia berbicara karena dorongan hawa (nafsu) karena semua yang ia sampaikan adalah wahyu semata  (Q.S. An Najm: 3-4)

Lebih dari itu, Allah menjadikan ketaatan kepadanya sebagai bukti kecintaan manusia kepada-Nya yang akan melahirkan kasih sayang-Nya. Lihatlah bagaimana Allah berfirman kepada Nabi Muhammad saw.:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ 

Katakanlah  (wahai Muhammad): "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Ali Imran)
Dari beberapa ayat diatas menjadi jelas bahwa Rasulullah, Muhammad saw. adalah sang penghubung itu. Dialah yang menjadikan manusia mampu mencapai kedekatan dengan Allah setelah kegagalan yang meyakinkan dalam menembus regulasi pengabulan taubat sebagaimana tersebut dalan surat An Nisa: 17-18). Dialah jalur kasih sayang Allah yang akan menyelamatkan manusia yang tangannya terlalu ‘pendek’ untuk menggapai keselamatan dari akibat dosa-dosanya. Bukankah untuk tujuan itu Nabi Muhammad saw. diutus sehingga ia dijuluki nabiy ar rahmah (nabi kasih sayang)?. Bukankah dalam hal ini Allah telah berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Q.S. Al Anbiya: 107)

Kasih sayang mana yang lebih besar jika dibanding keselamatan makhluk di alam semesta dari murka Allah akibat kemungkaran dan dosa-dosa tak terampuni?
Semua itu menyadarkan kita betapa kita membutuhkan Nabi Muhammad sebagai juru selamat yang setiap ketaatan kepadanya akan melahirkan kasih sayang Allah dan menjadi kunci terbebasnya kita dari dosa-dosa yang akan menjatuhkan kita ke jurang kehancuran.
Bahkan ayat lain menjelaskan bahwa ketaatan kepada Rasulullah adalah pintu taubat karena taubat kita akan diterima setelah Rasulullah memohonkan ampun untuk kita. Hal itu membuktikan bahwa tawassul taubat merupakan sunnah yang berlangsung sejak jaman kenabian:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُوا أَنفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا

Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka menganiaya diri (berbuat dosa), mere datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (Q.S. An Nisa:64)

Yang menarik dalam hal ini, Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan:
“Saat para pendosa dan palaku maksiat terjerumus, Allah menuntun mereka untuk mendatangi Rasulullah saw. dan bertaubat di sisinya dan meminta agar Nabi memohonkan ampun untuk mereka. Karena jika mereka melakukan itu maka Allah akan menerima taubatnya, mengampuni dan menyayangi mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.

Selanjutnya Ibnu Katsir berkata:
“Sekelompok orang, termasuk Syeikh Abu Nashir bin Shibagh dalam kitabnya Asy Syamil, telah menyebutkan sebuah riwayat yang cukup masyhur dari Al ‘Uthbi yang berkata: “Suatu hari aku duduk di samping makam Rasulullah hingga datanglah seorang a’rabi (orang arab dari desa) yang mendekati makam suci dan berkata: “Salam bagimu wahai Rasulullah, aku telah mendengar firman Allah: Sesungguhnya jikalau mereka menganiaya diri (berbuat dosa), mere datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Karenanya, sekarang aku datang kepadamu memohon ampunan Tuhanku atas dosaku dengan syafaatmu”. Kemudian ia melantunkan beberapa bait syairnya:

يا خير من دفنت بالقاع أعظمه  
فطاب من طيبهن القاع والأكم

نفسي الفداء لقبر أنت ساكنه

فيه العفاف وفيه الجود والكرم

Wahai manusia terbaik dan teragung yang dikuburkan di tanah ini,
hingga tanah dan pasirnya menjadi harum karenanya
jiwaku siap menjadi tebusan bagi kubur dimana engkau berada
disanalah kehormatan, kemurahan dan kemuliaan

Kemudian a’rabi itu beranjak dari tempat itu dan aku masih terpukau dengan apa yang dilakukannya. Malam harinya aku bermimpi bertemu dengan Nabi dan beliau berkata: “Wahai ‘Uthbi, benar apa yang dilakukan a’rabi itu. Sampaikan berita gembira bahwa ia telah diampuni dan sesungguhnya dia akan menyertaiku di surga.
Semoga syafaat Nabi Muhammad dan Ahlul Bait as. akan menyelamatkan kita dari akibat dosa-dosa kita yang melahirkan kemurkaan Allah.


No comments

Powered by Blogger.