Skip to main content

DS033-DOSA MUHAQQAR


Manusia seringkali membagi dosa menjadi 2 yaitu: dosa besar dan dosa kecil. Sehingga kita cenderung takut melakukan dosa besar dan dengan tenangnya melakukan dan mengulangi dosa-dosa yang (kita anggap) kecil. Dalam hal ini Imam Ali berkata:
أشدّ الذنوب (عند الله) ذنب استهان به راكبه[1]  أشدّ الذنوب ما استخفّ به صاحبه"[2]
dosa yang paling berat adalah dosa yang diremehkan oleh pelakunya
Meremehkan dosa akan mendorong kita untuk mengulangi dosa-dosa itu. Semakin dosa sering dilakukan maka dosa itu menjadi kebiasaan yang tidak membebani dan bahkan menyenangkan.
Ketahuilah bahwa jiwa manusia seperti papan tulis. Jika jiwa kita adalah papan berwarna putih, maka noda hitam yang kecilpun akan segera tampak. Artinya jika jiwa bersih, maka dosa kecilpun akan selalu terasa mengganggu jiwa. Sementara amalan kita tidak menjadikan kita sombong karena noda putih (amal kebaikan) tidak akan nampak di papan putih.
Sebaliknya, saat seluruh noda menutupinya dan papan putih kini telah berubah menjadi hitam maka bertambahnya noda hitam tidak akan tampak lagi. 
Artinya dia tidak lagi merasakan dosa sebagai beban yang mengganjal jiwanya. Sebaliknya ia akan menyombongkan diri dengan amalnya yang sedikit karena legamnya jiwa menjadikan bercak-bercak noda putih menjadi sangat jelas baginya.
Jangan pernah meremehkan dosa karena dosa yang kita anggap remeh itulah yang susah untuk mendapatkan ampunan.
روي عن أبي أسامة زيد الشحّام قال: قال أبو عبد الله الصادق عليه السلام
"
اتقوا المحقّرات من الذنوب فإنّها لا تغفر.
قلت: ما المحقّرات؟
قال: الرجل يذنب فيقول:
طوبى لي لو لم يكن لي غير ذلك[3]
Imam Shadiq as. berkata: "Jagalah diri kalian dari muhaqqarat dosa!", aku (perawi) bertanya: "Apakah muhaqqarat dosa itu?", Imam menjawab: "Ketika seorang laki-laki melakukan dosa dan ia berkata: "Untung hanya dosa ini yang aku lakukan".
Jangan pernah pula memandang besar/kecil dosa dari bentuk perbuatannya tapi pandanglah besar/kecil dosa dari sudut Dzat yang kau sakiti.
Rasulullah bersabda:
لا تنظروا إلى صغر الذنب ولكن انظروا إلى مَن اجترأتم[4]
"Jangan kalian memandang kepada besar kecilnya dosa tapi lihatlah siapa yang kau lukai (dengan dosa itu)"
Cara pandang kita terhadap dosa akan mempengaruhi perilaku fikih kita dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika membicarakan fiqih, perhatian kita selalu tertumpu pada perintah wajib dan larangan haram yang bersifat. Sedikit sekali diantara kita yang memperhatikan masalah perintah yang bersifat sunnah atau larangan yang bersifat makruh. Padahal keduanya sama-sama mewakili perintah dan larangan hanya saja kadar penekanannya yang berbeda.
Misalnya saat kita membicarakan tentang makruh. Sebagian besar orang memandang makruh adalah 'yang tidak haram' sehingga kita tetap melakukannya tanpa ada penyesalan dan beban hati. Sementara ada sebagian kecil orang yang memandang makruh itu 'yang dibenci Allah', sehingga ia segera menghindari mengingat ia tidak menginginkan melakukan sesuatu yang dibenci oleh Allah swt. sebagai Dzat yang sangat ia harapkan ampunan-Nya karena dibenci Allah berarti juga dibenci Nabi Muhammad saw., manusia yang kita harapkan syafaatnya dan demikian seterusnya hingga para Imam as.
Cara pandang kita terhadap dosa sangat berpengaruh dalam pembentukan akhlak dan budi pekerti. Hingga tidak berlebihan kiranya apabila apabila kita mengatakan bahwa paradigma kita terhadap dosa akan mempengaruhi kwalitas ibadah yang kita lakukan.




[1] وسائل الشيعة، ج15، ص312.
[2]  نهج البلاغة، ص 559، الرقم 477

Comments

Popular posts from this blog

Sastro dan bom demi bidadari (Ustadz Rakhmat Hidayat)

Sastro yang lugu terlihat sedang memijat-mijt kepalanya yang sudah mulai dihiasi dengan beberapa helai uban mengkilat. Dari usianya yang masih terbilang muda pastinya uban itu bukan sinyal pertambahan usia tapi bekas deraan nestapa dan hujaman belati hidup yang selalu 'tidak adil' terhadapnya. Beberapa menit sebelumnya, Sastro menyaksikan sebuah tayangan berita di sebuah TV swasta (yang tidak ingin disebut namanya) yang mengupas masalah ritual bomb bunuh diri yang dilakukan oleh kalangan garis keras yang katanya pemeluk Islam itu.

JANGAN (MAU) JADI TUHAN !

Sepertinya kegilaan di negeri ini kian merajalela dan berangsur tapi pasti tatanan santun masyarakatnya mulai berubah dan bergeser menuju kondisi yang sangat menakutkan. Negeri ini mulai dipenuhi manusia-manusia yang kehilangan kemanusiaannya. Persekusi di sini, intimidasi di sana dan kezaliman 'syar'i' semakin menjadi. Kaum dhu'afa pikir yang terbuai propaganda surga atau kaum teraniaya yang menolak dengan logikanya menjadi dua kubu yang berseteru. Bagai gayung bersambut, masing-masing kubu menjadikan media sosial sebagai senapan mesin penghalau lawan. Masyarakat awam sekali lagi menjadi korban tarik-menarik kepentingan syetan.

AL QURAN DAN BANI ISRAIL

             Barangkali nama Bani Israil, adalah nama sebuah kaum yang sangat akrab di telinga kita. Bani Israil berasal dari kata bani (anak-anak keturunan) dan Israil yaitu nama lain Nabi Ya’qub. Kata Israil sendiri berasal dari kata isra (hamba) dan iil (Allah) atau dalam bahasa Arab sama dengan Abdullah . Begitu banyak ayat al quran yang menceritakan sepak terjang mereka terutama dalam memperlakukan perintah Tuhan serta para utusan-Nya. Saking viralnya informasi tentang kaum yang satu ini hingga kita patut bertanya : “Mengapa Allah memasukkan begitu banyak kisah hidup mereka dalam kitab Muhammad saw?”.”Apakah hikmah Al Quran memasukkan kisah hidup kaum terdahulu dalam banyak ayat-ayat yang turun kepada kita umat Muhammad?”.