DS013-CARA BERFIKIR MULIA


7 Februari 2018

Manusia merupakan makhluk yang dianugerahi oleh Allah fasilitas akal yang berfungsi untuk melakukan proses berfikir demi menemukan solusi bagi masalah yang dihadapi. Dengan akal itu, manusia mebedakan mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Hal ini dibuktikan dengan banyak bermunculan pemikiran-pemikian inovatif yang mewarnai dunia ini.

Sesungguhnya setiap potensi memerlukan tekhnis yang tepat agar menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, karena tekhnis berfikir yang salah akan menjerumuskanya ke lembah kesesatan dan penyesatan. Bukankah selama ini kita dapati kenyataan bahwa sebab dominan dari kekacauan, anarkisme, intoleransi yang marak belakangan ini adalah kesalahan dalam berfikir.

Sejatinya, cara berfikir kita akan mempengaruhi langkah (follow up) yang kita ambil dalam menyelesaikan setiap masalah.

Kali ini kita akan membahas cara berfikir kita dalam hal 'memberi' yang nantinya akan berpengaruh pada proses kita dalam berinfaq, berzakat dan membantu sesama dalam bentuk pemberian baik materi maupun non materi.

Dalam memberi, setidaknya ada 3 cara berfikir yang bisa kita temukan dalam masyarakat:
1. Cara berfikir titik (point), dimana manusia berfikir tentang satu titik saja dan memberikan sesuatu kepada satu titik tersebut. Siapakah titik itu?. Tidak diragukan lagi bahwa titik itu adalah diri sendiri. Orang yang pola berfikirnya seperti ini hanya akan memperhatikan kepentingan yang berhubungan dengan dirinya sendiri. Cara pikir seperti ini hanya akan melahirkan manusia yang kikir dan egois.

2. Cara berfikir garis, dimana manusia mulai berfikir untuk memberikan sesuatu kepada selainnya. Ia telah berpindah dari titik dirinya kepada titik selainnya. Bukankah garis adalah jalur berpindahnya sesuatu dari satu titik ke titik yang lain?. Namun meski telah berpindah, ia masih saja melihat adanya garis yang menjadi tanda perpindahannya. Dengan kata lain, manusia yang berfikir seperti ini sudah mulai memberikan sesuatu kepada orang lain namun masih mengingat-ingat pemberiannya dan merasa berjasa kepada orang yang menerima uluran tangannya. Jika berlanjut, maka tidak mustahil suatu saat ia meminta balasan atas pemberiannya itu karena gambar garis yang ia buat masih terlihat jelas di matanya.

3. Cara befikir lingkaran (circle), Dengan pola ini manusia melakukan gerakan lebih dari sekedar gerakan perpindahan dari satu titik ke yang lain hingga membentuk sebuah garis. Lebih dari itu, ia melanjutkan gerakan itu dengan mengembalikannya pada dirinya sebagai garis finish pergerakan.

Pada pola garis, seseorang memberikan santunan kepada orang lain yang membutuhkan untuk membantunya. Dengan itu hartanya berpindah dari tangannya ke tangan orang lain sehingga orang lain mendapatkan manfaat darinya.

Pada pola lingkaran, seseorang memberikan bantuan kepada orang lain bukan demi orang lain akan tetapi demi dirinya sendiri.  Ia mendapatkan kebahagian dari senyum kaum miskin yang merasa terbantu. Ia mengejar bahagia dirinya dengan membahagiakan orang lain. Kini kebahagiaan orang lain menjadi sarana untuk membahagiakan dirinya. Betapa ia menjadi manusia paling bahagia di dunia.
Pola pikir lingkaran ini adalah pola ideal yang diajarkan oleh Al Quran dalam banyak ayat. Diantara ayat-ayat itu adalah :
“…Barangsiapa yang kikir sesungguhnya ia kikir kepada diri sendiri. Sesungguhnya Allah maha kaya sedangkan kalian adalah fakir…”

“Barangsiapa yang beramal baik maka itu untuk dirinya dan barangsiapa beramal jahat maka kejahatan itu akan menimpanya”.

…dan berinfaqlah, sesungguhnya kebaikannya bagi kamu. Barangsiapa yang terhindari dari sifat kikirnya maka ia termasuk  golongan beruntung.

…dan mereka melakukan itsar (mendahulukan kepentingan  selain dirinya meski ia dalam kesulitan. Barangsiapa yang terhindari dari sifat kikirnya maka ia termasuk golongan beruntung

Al Quran sering mengulang kata ‘khairun lakum’ (lebih baik bagi diri kamu)  yang mengajarkan kita kepada hakikat bahwa syari’at diturunkan demi kebaikan manusia.

Seseorang yang berpola lingkaran dalam berfikir akan mendapati dirinya senantiasa berada dalam kebahagiaan. Bahkan saat memberi ia tidak memikirkan apakah dirinya berada dalam keadaan ‘lapang’ maupun ‘sempit’.
Semua yang ia lakukan menghasilkan kebahagiaan bagi dirinya karena semua dilakukan dengan cinta dan keikhlasan kepada Allah yang telah menganugerahi kenikmatan ini. Sebagaimana diabadikan dalam Al Quran :

 “..karena kecintaan kepada-Nya, mereka menafkahkan harta kepada kaum miskin, anak yatim, ibnu sabil, peminta-minta……”

“…karena kecintaan kepada-Nya, mereka memberikan makanan kepada orang miskin, anak yatim dan tawanan…”

Pada tingkat pemikiran seperti ini, seseorang tidak lagi mendambakan balasan dari penerima bantuan bahkan ucapan terima kasihpun tidak ia harapkan : “Sesungguhnya kami memberikan makanan kepada kalian karena cinta kami kepada-Nya sehingga kami tidak pernah mengharap balasan bahkan (sekedar) ucapan terima kasih…”

Powered by Blogger.